Untuk menuju
sebuah organisasi yang ideal, tentu harus ada analisa kuat dari seluruh anggota
organisasi agar kemudian dapat bersama-sama membangun titik ideal tersebut.
Analisa tersebut harus diawali dengan mengenali permasalahan-permasalahan yang
ada, baik permasalahan yang visible ataupun
invisible. Permasalahan mungkin dapat
saja diabaikan ketika setiap anggota merasa sudah puas dengan keadaan yang ada,
namun kepuasan tersebut belum tentu menjadi sebuah titik ideal ketika
organisasi disandingkan dengan organisasi lain. Dalam hal ini perlu
digarisbawahi bahwa untuk mendapatkan sebuah masalah kita harus keluar dari
rasa puas dan cukup. Keberadaan organisasi yang apa adanya tentu akan tergusur
dengan organisasi yang menitikberatkan pada “ada apanya”. Untuk itu, pembenahan
dalam organisasi selayaknya dilakukan sesering mungkin dan se-inovatif mungkin.
Permasalahan dalam organisasi, khususnya di PMII sendiri dapat dilakukan dengan
mencari celah efektif yang belum terisi, serta pemberian inovasi dan revitalisasi
terhadap apa yang sudah ada.
Dalam skala komisariat, dapat
dikatakan bahwa PMII sedikit banyak memiliki permasalahan yang sering
terabaikan atau mungkin belum terselesaikan secara rapi. Permasalahan tersebut
mengimbas pada sense of belonging dari
setiap anggota yang secara tidak langsung akan mengimbas pada jauhnya
organisasi dari titik ideal. Permasalahan kurangnya rasa cinta terhadap
organisasi dapat ditimbulkan dari perasaan kurang puas anggota terhadap keadaan
organisasi. Komisariat sendiri terlihat kurang melakukan perubahan untuk
menarik para anggotanya ke dalam lingkup kepemilikan PMII. Kurangnya agenda
yang inovatif juga mungkin menjadi penyebab para anggota memilih untuk menjadi
pasif dalam organisasi. Padahal semestinya keadaan seperti ini menjadi tanggung
jawab seluruh anggota pada umumnya. Di sisi lain, rasa cinta terhadap
organisasi juga disebabkan oleh adanya skala prioritas. Tidak dapat disalahkan
bahwa seseorang memilih untuk lebih aktif pada organisasi yang dinilai dapat
lebih memberikan manfaat dan meningkatkan kemampuannya dalam sektor tertentu.
Permasalahan seperti ini justru sebenarnya menjadi tolok ukur tersendiri
bagaimana agar organisasi PMII setidaknya menjadi prioritas bagi anggotanya.
Permasalahan sense of belonging dapat sedikit diatasi dengan sering melakukan
kegiatan bersama, atau setidaknya menarik anggota untuk sering berkunjung ke
komisariat. Hal ini dimaksudkan agar anggota dapat lebih saling mengenali
anggota lainnya sehingga timbul rasa persaudaraan yang secara alamiah mengikat.
Untuk menarik anggota ke komisariat, tentu dibutuhkan keadaan komisariat yang
nyaman, dalam artian nyaman bahkan bagi pengunjung baru. Menciptakan kenyamanan
visibilitas pada komisariat Airlangga tentu akan sama sulitnya dengan
menciptakan kenyamanan hati jika tujuannya untuk menarik anggota sering
melakukan sambang. Komisariat harus mampu memfasilitasi kebutuhan anggota
seperti halnya dalam pengadaan diskusi dan juga agenda lain yang mencakup minat
para anggota, seperti olahraga, tadabbur
alam, masak, baksos, atau mungkin bersih-bersih. Fasilitas penunjang
lainnya juga dapat dilakukan dengan menambah wifi pada komisariat, hal ini dinilai sangat efektif untuk
mengundang anggota ke komisariat. Pendanaan wifi
yang tidak gampang haruslah disertai
dengan usaha lebih dari para anggota. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan
menari iuran ataupun dengan melakukan usaha khusus, misalkan membuat buletin
yang dijual kepada alumni-alumni, sehingga ada timbal balik yang didapatkan
oleh alumni yang selama ini telah banyak memberikan sumbangsih dalam bentuk
apapun.
Ketika para anggota sudah mampu
dirapatkan ke dalam rasa kebersamaan, maka akan mudah untuk bersama-sama
membenahi keadaan komisariat. Apatis anggota pun dapat diminimalisir.
Kegiatan-kegiatan seperti diskusi dan bersih komisariat akan dapat dengan mudah
dikondisikan. Namun hal itu juga harus diselaraskan dengan fasilitas yang
diberikan oleh pengurus, sehingga anggota tidak banyak merasa kecewa dengan
aspirasi yang telah disampaikan. Keadaann seperti ini dimaksudkan agar
keanggotaan dan kepengurusan komisarian berjalan dua arah, ada kalanya pengurus
mengusulkan suatu kegiatan dan ada kalanya pengurus menerima usulan kegiatan
dari anggota. Keberadaan PMII sebagai sebuah organisasi Islam juga harus tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai yang dikandungnya. Jangan sampai kegiatan yang
dilakukan melupakan kegiatan-kegiatan yang mengandung nilai Islam, seperti
tahlil. Tahlil dinilai perlu untuk dilestarikan karena setidaknya menjadi
formalitas untuk membuktikan dan menjaga organisasi PMII sebagai sebuah
organisasi Islam. Selain itu, untuk dapat menjadikan PMII sebagai organisasi
yang dikenal oleh masyarakat, PMII harus selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan mulai dari hal
kecil seperti mengajar dan juga hal-hal krusial seperti melakukan aksi demo.
Permasalahan pada organisasi PMII
kadang juga muncul dari rayon. Tidak selamanya rayon sejalan dengan komisariat.
Ada kalanya rayon memiliki pandangan yang berbeda dengan apa yang telah
dicetuskan oleh komisariat. Keadaan seperti ini dapat muncul ketika adanya
kerenggangan antara rayon dan komisariat, bisa jadi karena rayon melakukan
isolasionisme atau karena memang keputusan yang diberikan oleh komisariat
terlalu mengesampingkan kepentingan rayon. Dalam rayon sendiri tidak dapat
dipungkiri kadang terselip perang dingin antar anggota akibat perebutan
kekuasaan, sehingga rayon seolah mengalami polarisasi. Baik permasalahan
internal rayon ataupun permasalahan rayon dan komisariat bertumpu pada satu
titik, yaitu kurangnya komunikasi. Ketika komunikasi dapat dijalin dengan baik,
maka keberadaan anggota, baik dalam hierarki kepengurusan ataupun tidak, akan
terjaga dengan baik sehingga permasalahan seperti itu dapat diatasi. Hal ini
meninjau ulang pada contoh permasalahan yang terjadi sebelumnya, ketika rayon
ingin mengadakan mapaba rayon namun kemudian komisariat menolak untuk
meratifikasi dengan alasan tertentu yang menimbulkan sedikit rasa tidak terima
oleh rayon.